Senin, 29 Desember 2014

Perbankan Kabupaten Kepulauan Sangihe

 Bank Rakyat Indonesia
Cabang Tahuna
Jln.Dr.Sutomo, Tahuna 95812
Telp. (0432) 21625, 21055

Bank Negara Indonesia
Cabang Tahuna
Jln.Dr.Sutomo, Tahuna 95812
Telp. (0432) 21044

Bank Mandiri
Cabang Tahuna
Jln.Dr.Sutomo, Tahuna 95812
Telp. (0432) 21052, 21590

Bank Sulut
Cabang Tahuna
Jln.Dr.Sutomo, Tahuna 95812
Telp. (0432) 21179, 21391

 Bank Danamon
Cabang Tahuna
Jln.Hassanudin, Tahuna 95812

Kamis, 02 Oktober 2014

Cerita Sejarah Raja Gumansalangi & Raja Makaampo



Terbentuknya Kerajaan-Kerajaan Dan Kulano Di Tampunganglawo (Pulau Sangihe)

Adapun sebagai Kulano (Raja) yang pertama sekali di Tampunganglawo (Pulau Sangihe) adalah bernama Gumansalangi mempunyai istri bernama Ondoasa yang disebut juga Sangiangkonda atau Kondowulaeng.

Ceritanya sebagai berikut :
Gumansalangi adalah seorang Putra Mahkota dari Sultan di Kotabato (Mindanao Selatan) akhir abad ke XII. Menurut pesan ayahnya, bahwa Gumansalangi bersama dengan istrinya Ondaasa, keduanya harus pindah dari Kotabato dengan maksud supaya mereka dapat mendirikan Kerajaan baru disebelah Timur.
Untuk mematuhi perintah ayahnya, maka keduanya berangkat dari Kotabato dengan memakai Perahu ULAR SAKTI singgah di Wiarulung (Pulau Balut), kemudian menuju arah selatan sampai di Pulau Mandolokang (Tagulandang), dan di Pulau ini mereka tidak turun, langsung melewati Pulau Siau, terus ke Tampunganglawo yaitu di Tabukan Selatan. Dalam perjalanan ini ikut pula saudara laki-laki dari Andoasa yang bernama Pangeran Bawangunglara.
Di Tabukan Selatan mereka turun mendarat di sebuah tempat yang disebut Pantai Saluhe. Oleh karena Gumansalangi adalah seorang Kulano atau Raja, maka tempat mereka mendarat itu berubah namanya oleh penduduk disitu menjadi SALUHANG yang berarti dielu-elukan dan dipelihara supaya ia bertumbuh dengan baik dan subur.
Dari kata SALUHANG kemudian diubah menjadi SALURANG hingga sekarang.
Pada abad ke XIII atau Tahun 1300 Masehi, mereka mendirikan sebuah Kerajaan baru di Salurang dan wilayahnya sampai di Marulang.
Setelah Kerajaan Salurang telah berdiri dengan baik, maka Pangeran Bawangunglaro dengan perahu ULAR SAKTInya berangkat lagi melanjutkan perjalanannya kearah Timur Laut dan ia sampai di Talaud yaitu di Pulau Kabaruan pada salah satu tempat yang mulai sejak itu tempat tersebut diberi nama Pangeran sampai sekarang.
Setelah keberangkatan Bawangunglaro ke Talaud, Gumansalangi bersama istrinya tidak menetap lagi di Salurang, dan tempat itu hanya dijadikan Pusat Pemerintahan saja. Keduanya pindah ke Puncak Gunung Sahendarumang dan menetap disana.
Setelah keduanya berada di tempat ini maka selalu kedengaran bunyi guntur dan sinar cahaya kilat yang memancar dari Puncak Gunung itu, sehingga Gumansalangi diberi nama MEDELLU yang berarti GUNTUR yang berbunyi dan Ondaasa diberi nama MEKILA yang berarti KILAT yang bercahaya dan sampai saat ini kedua nama tersebut sudah tidak diubah lagi. Gumansalangi dan Ondaasa mempunyai 2 orang anak yaitu Melintang Nusa dan Meliku Nusa.
Setelah kedua anaknya menjadi dewasa, maka Pemerintah Kerajaan Salurang diserahkan kepada anaknya yang sulung yaitu Melintang Nusa dalam Tahun 1350, sedangkan anaknya yang bungsu yaitu Meliku Nusa pergi mengembara ke Selatan dan sampai di Bolaangmangondow, ia menikah dengan Menongsangiang (Putri Bolaangmangondow) dan ia menetap disana sampai meninggal.
Melintang Nusa pada masa pemerintahannya ia sering kali mengunjungi Mindanao Selatan, hingga akhirnya pada Tahun 1400 ia meninggal di Mindanao juga.
Sesudah Tahun 1400 Kerajaan Tampunganglawo terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara bernama Sahabe (Lumango) dan bagian Selatan bernama Manuwo (Salurang).
Setelah Tahun 1530 kedua Kerajaan ini kembali dapat dipersatukan lagi oleh Raja Makaampo (Makaampo Wawengehe) dengan wilayahnya mulai Sahabe, Kuma, Kuluhe, Manalu, Salurang sampai ke Lapango, dan Kerajaan ini disebut RIMPULAENG dengan Pusat Pemerintahannya di Salurang (Moade) dan berakhir sampai Tahun 1575, karena Makaampo sudah dibunuh oleh Ambala seorang Pahlawan dari Mantelagheng (Tamako) dan saat itu ia ditemani oleh Hengkeng U Naung Pahlawan dari Siau yang disuruh oleh Raja Siau bernama Pontowuisang (1575-1612).
Setelah berakhirnya masa kejayaan Rimpulaeng, kemudian di Tampunganglawo timbul lagi 3 buah Kerajaan seperti :
-          Kerajaan MALAHASA berpusat di TAHUNA (BUKIDE), dengan Rajanya ANSAAWUWO yang disebut juga TATEHE atau TATEHEWOBA (1580-1625).
-          Kerajaan MANGANITU berpusat di Kauhis, dengan Rajanya Boo atau disebut juga LIUNG TOLOSANG (1600-1630).
-          Kerajaan KENDAHE berpusat di Makiwulaeng, dengan Rajanya EGALIWUTANG (1600-1640).

Pada masa Pemerintahan Raja-Raja tersebut diatas, Bangsa-Bangsa Penjajah sudah mulai masuk di Daerah Sangihe dengan menyebarkan Agama Kristen yaitu orang-orang Portugis dan Spanyol, serta Pendeta-Pendeta Belanda yang ikut bersama V.O.C.
Bangsa-Bangsa tersebut masuk pertama kali di Siau pada Tahun 1604 kemudian di Pulau Sangihe pada Tahun 1616 dan di Pulau-Pulau Talaud pada Tahun 1989.

Rabu, 06 Agustus 2014

Sejarah Sangihe - Raja Manganitu (Raja Mocodompis)



Raja Mocodompis

Makam Raja Manuel Mocodompis terletak di Kampung Barangka Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara. Letak astronomi Lintang Selatan 3034.190’ Bujur Timur 125029.977’, dengan ketinggian 15 m. Raja Manuel Mocodompis adalah Raja ke V Manganitu yang memerintah pada Tahun 1864 sampai dengan Tahun 1880.
Makam Mocodompis letaknya diruas jalan Tahuna – Manganitu dan disekitarnya merupakan permukiman masyarakat. Di lokasi Makam Raja Mocodompis terdapat 3 buah makam yang terdiri dari makam istri Mocodompis dan makam anaknya. Makam ini terbuat dari batu kai yang bagian luarnya diberi spesi dari bahan semen, jiratnya berbentuk segi empat, dan kubahnya berbentuk limas. Pada makam Raja Mocodompis terdapat prasasti yang dituliskan di batu marmer dalam bahasa belanda yang berbunyi “Ter nagedachtenis, aan onzen lieven vader en groot vader M.Mocodompis, Radja V manganitoe overl 20 Agustus 1880”. Sedangkan bagian atapnya terdapat lambang dari Kerajaan Belanda, ukuran makam 3,05 x 3 m.
Sebelah Timur dari makam Mocodompis terdapat makam istrinya yang bentuk makamnya sama dengan bentuk makam Raja Mocodompis. Pada makam istrinya terdapat prasasti dalam bahasa belanda yang berbunyi “Hier rust onze lieve mouder en groot moder mevr E.Mocodompis Padensolang overl 1 Agustus 1929 in bankbare herinnering, dengan ukuran makam 3 x 2 m. Makam berikutnya adalah makam anaknya, dengan ukuran 2,20 x 1,80 m. Menurut informasi dari jurupelihara, di dalam makam ini tidak terdapat jenasah anak Raja Mocodompis hanya dibuat sebagai tanda/monumen. Sedangkan jenasah anaknya dimakamkan dipekuburan korban pembantaian tentara Jepang. Makam ini ukurannya lebih kecil dari makam yang lain.
Adapun batas-batas dari makam Mocodompis adalah Bagian Utara berbatasan dengan rumah Bapak Kris Melantige, Selatan berbatasan dengan rumah Bapak Alfred Tasumaro, Timur berbatasan dengan kebun dan makam baru, dan Barat berbatasan dengan Jalan poros Tahuna – Manganitu.


Makam Raja Mocodompis


Rumah Raja Manganitu

Rumah Raja Manganitu dibangun sejak Tahun 1902 ini masih berdiri kokoh dengan sisa-sisa perabotan peninggalan Raja.
Disamping kanan rumah Raja terdapat sebuah Makam dari anak Raja Mocodompis yang meninggal pada 20 November 1986, sedangkan disamping kiri rumah terdapat sebuah bangunan kecil yang dihuni cucu Raja Mocodompis yang bernama Adele Paulina Mocodompis.

Foto Adele Paulina Mocodompis di depan Rumah Raja

Nenek yang masih kuat dalam ingatan dan masih bagus pendengarannya ini berumur 89 Tahun. Sebuah keberuntungan ketika Oma Adele mau berfoto di depan rumah Raja, karena tidak semua permintaan berfoto di depan rumah Raja dipenuhi.

Foto Raja Mocodompis

Foto Raja Mocodompis bersama istri

Foto Peninggalan Raja Mocodompis