Terbentuknya
Kerajaan-Kerajaan Dan Kulano Di Tampunganglawo (Pulau Sangihe)
Adapun sebagai Kulano (Raja) yang pertama sekali di
Tampunganglawo (Pulau Sangihe) adalah bernama Gumansalangi mempunyai istri
bernama Ondoasa yang disebut juga Sangiangkonda atau Kondowulaeng.
Ceritanya
sebagai berikut :
Gumansalangi adalah seorang Putra Mahkota dari Sultan di
Kotabato (Mindanao Selatan) akhir abad ke XII. Menurut pesan ayahnya, bahwa
Gumansalangi bersama dengan istrinya Ondaasa, keduanya harus pindah dari Kotabato
dengan maksud supaya mereka dapat mendirikan Kerajaan baru disebelah Timur.
Untuk mematuhi perintah ayahnya, maka keduanya berangkat
dari Kotabato dengan memakai Perahu ULAR SAKTI singgah di Wiarulung (Pulau
Balut), kemudian menuju arah selatan sampai di Pulau Mandolokang (Tagulandang),
dan di Pulau ini mereka tidak turun, langsung melewati Pulau Siau, terus ke
Tampunganglawo yaitu di Tabukan Selatan. Dalam perjalanan ini ikut pula saudara
laki-laki dari Andoasa yang bernama Pangeran Bawangunglara.
Di Tabukan Selatan mereka turun mendarat di sebuah tempat
yang disebut Pantai Saluhe. Oleh karena Gumansalangi adalah seorang Kulano atau
Raja, maka tempat mereka mendarat itu berubah namanya oleh penduduk disitu
menjadi SALUHANG yang berarti
dielu-elukan dan dipelihara supaya ia bertumbuh dengan baik dan subur.
Dari kata SALUHANG kemudian diubah menjadi SALURANG hingga sekarang.
Pada abad ke XIII atau Tahun 1300 Masehi, mereka
mendirikan sebuah Kerajaan baru di Salurang dan wilayahnya sampai di Marulang.
Setelah Kerajaan Salurang telah berdiri dengan baik, maka
Pangeran Bawangunglaro dengan perahu ULAR SAKTInya berangkat lagi melanjutkan
perjalanannya kearah Timur Laut dan ia sampai di Talaud yaitu di Pulau Kabaruan
pada salah satu tempat yang mulai sejak itu tempat tersebut diberi nama
Pangeran sampai sekarang.
Setelah keberangkatan Bawangunglaro ke Talaud,
Gumansalangi bersama istrinya tidak menetap lagi di Salurang, dan tempat itu
hanya dijadikan Pusat Pemerintahan saja. Keduanya pindah ke Puncak Gunung Sahendarumang
dan menetap disana.
Setelah keduanya berada di tempat ini maka selalu
kedengaran bunyi guntur dan sinar cahaya kilat yang memancar dari Puncak Gunung
itu, sehingga Gumansalangi diberi nama MEDELLU
yang berarti GUNTUR yang berbunyi dan Ondaasa diberi nama MEKILA yang berarti KILAT yang bercahaya dan sampai saat ini kedua
nama tersebut sudah tidak diubah lagi. Gumansalangi dan Ondaasa mempunyai 2
orang anak yaitu Melintang Nusa dan Meliku Nusa.
Setelah kedua anaknya menjadi dewasa, maka Pemerintah
Kerajaan Salurang diserahkan kepada anaknya yang sulung yaitu Melintang Nusa
dalam Tahun 1350, sedangkan anaknya yang bungsu yaitu Meliku Nusa pergi
mengembara ke Selatan dan sampai di Bolaangmangondow, ia menikah dengan
Menongsangiang (Putri Bolaangmangondow) dan ia menetap disana sampai meninggal.
Melintang Nusa pada masa pemerintahannya ia sering kali
mengunjungi Mindanao Selatan, hingga akhirnya pada Tahun 1400 ia meninggal di
Mindanao juga.
Sesudah Tahun 1400 Kerajaan Tampunganglawo terbagi
menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara bernama Sahabe (Lumango) dan bagian Selatan
bernama Manuwo (Salurang).
Setelah Tahun 1530 kedua Kerajaan ini kembali dapat
dipersatukan lagi oleh Raja Makaampo (Makaampo Wawengehe) dengan wilayahnya
mulai Sahabe, Kuma, Kuluhe, Manalu, Salurang sampai ke Lapango, dan Kerajaan
ini disebut RIMPULAENG dengan Pusat Pemerintahannya di Salurang (Moade) dan
berakhir sampai Tahun 1575, karena Makaampo sudah dibunuh oleh Ambala seorang
Pahlawan dari Mantelagheng (Tamako) dan saat itu ia ditemani oleh Hengkeng U
Naung Pahlawan dari Siau yang disuruh oleh Raja Siau bernama Pontowuisang (1575-1612).
Setelah berakhirnya masa kejayaan Rimpulaeng, kemudian di
Tampunganglawo timbul lagi 3 buah Kerajaan seperti :
-
Kerajaan
MALAHASA berpusat di TAHUNA (BUKIDE), dengan Rajanya ANSAAWUWO yang
disebut juga TATEHE atau TATEHEWOBA (1580-1625).
-
Kerajaan
MANGANITU berpusat di Kauhis, dengan Rajanya Boo atau disebut juga LIUNG
TOLOSANG (1600-1630).
-
Kerajaan
KENDAHE berpusat di Makiwulaeng, dengan Rajanya EGALIWUTANG (1600-1640).
Pada
masa Pemerintahan Raja-Raja tersebut diatas, Bangsa-Bangsa Penjajah sudah mulai
masuk di Daerah Sangihe dengan menyebarkan Agama Kristen yaitu orang-orang
Portugis dan Spanyol, serta Pendeta-Pendeta Belanda yang ikut bersama V.O.C.
Bangsa-Bangsa
tersebut masuk pertama kali di Siau pada Tahun 1604 kemudian di Pulau Sangihe
pada Tahun 1616 dan di Pulau-Pulau Talaud pada Tahun 1989.